This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 13 April 2013

Mikroflora Normal

Mikroorganisme adalah suatu kelompok jasad renik heterogen yang ukuran besarnya antara 0,2-2 mikrometer sehingga hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Mikroba ada dimana-mana. Mereka mengisi udara, air, tanah, dan bahkan berevolusi berevolusi berhubungan dengan tanaman dan hewan. Tan.pa mikroba, kehidupan dibumi akan berhenti. Hal ini terutama karena peranan penting mikroba berada di sistem yang mendukung kehidupan di bumi, seperti siklus hara dan fotosintesis.

Manusia secara tetap berhubungan dengan beribu-ribu mikroorganisme. Mikroba tidak hanya terdapat di lingkungan, tetapi juga di tubuh manusia. Mikroba yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal atau mikrobiota.


Pengertian Flora Normal atau Mikrobiota
Flora normal atau mikrobiota adalah kumpulan organisme yang umum ditemukan secara alamiah pada orang sehat dan hidup rukun berdampingan dalam hubungan yang seimbang dengan host-nya. Sebenarnya organisme yang terdapat dalam tubuh manusia tidak dapat digolongkan dengan tegas, apakah itu sebuah komensalisme atau spesies yang patogen bagi manusia tersebut. Flora dalam tubuh manusia dapat menetap atau transient. Mikroba normal yang menetap tersebut dapat dikatakan tidak menyebabkan penyakit dan mungkin menguntungkan bila berada dilokasi yang semestinya atau bila ada faktor predisposisi.

Flora normal perlu dipelajari karena : 
  1. Diketahui hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs-situs yang khusus.
  2. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis.
  3. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal. Hal ini terutama penting karena terlihat adanya peningkatan timbulnya infeksi yang disebabkan oleh jasad-jasad renik ini dari pada sumber luar.

Penyebaran Mikrobiota : 
  • Kulit

Kulit secara normal berhubungan dengan bakteri dari udara atau bakteri dari benda-benda. Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Contoh bakteri yang ada di kulit Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Propionibacterium acnes, Corynebacterium diphteri aerobik (difteroid).

  • Hidung dan Nasofaring

Bakteri yang paling sering dijumpai dalam hidung adalah difteroid , Staphylococcus aureus. Umum juga ditemukan Staphylococcus epidermidis. Di dalam kerongkongan hidung dapat dijumpai Brauhamella catarrhalis, dan Haemophilus influenzae.

  •  Mulut

Mulut merupakan lingkungan ideal bagi p ertumbuhan bakteri. Mikrobiota dalam mulut sangat beragam, tergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. Contoh bakteri : Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Lactobacillus, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius, Candida albicans, Bacterioides oralis, dll.









Rabu, 10 April 2013

SALMONELLA SP


KLASIFIKASI
Genus : Salmonella
Species/ spesies : enteric
Subspecies/ Subspesies : enteric
Strain : A str. ATCC 9150
Serovar : Paratypi
Taxonomy : 180835

2. MORFOLOGI
Salmonella paratyphi adalah bagian dari family Enterobacteriaceae, termasuk
dalam motil Gram-negative, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan
terdapat identifikasi serologis antigens somatic dan flagellar.

3. SIKLUS HIDUPNYA
Untuk siklus hidup dari bakteri Salmonella paratyphi tidak diperoleh sumber
informasi yang lengkap sehingga siklus hidup pada bakteri ini tidak dapat
dijelaskan.

4. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Salmonella paratyphi adalah penyebab demam enteric. Salmonella paratyphi
juga memiliki jangkauan inang yang luas dan beberapa diantaranya menyebabkan
penyakit atau peradangan usus dan penyakit sistemik (menyebabkan demam
Paratyphoid) serta Enterocolitis (Dahulu “Gastroenteritis”).

5. PENYEBARAN
Adapun Penyebaran dari bakteri Salmonella paratyphi ini melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Makanan dan minuman
yang membawa bakteri tersebut masuk kedalam mulut kemudian akan melewati
saluran pencernaan dan akan sampai ke usus. Setelah memasuki dinding usus kecil,
Salmonella paratyphi mulai melakukan penyerangan melalui system limfa ke limfa
yang menyebabkan pembengkakan pada urat dan setelah satu periode
perkembangbiakan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah
yang membawa bakteri ini juga akan menyerang liver, kantong empedu, limfa, ginjal,
dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembangbiak dan menyebabkan
infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi inilah mereka
terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bacteremia skunder. Bacteremia
skunder ini bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya demam dan penyakit
klinis.

Sabtu, 06 April 2013

Buffer dalam Mulut




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam tubuh manusia terdapat larutan penyangga atau biasa disebut larutan buffer. Terdapat berbagai macam buffer dalam tubuh. Letak buffer dalam tubuh tersebut  tidak sama. Ada yang terdapat dalam darah, ginjal, lambung dan juga mulut.
Buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH jika ke dalam larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini disebabkan larutan penyangga memiliki pasangan asam basa konjugasi.
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur).
Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap konstan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding dengan lesi karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva.


B.     TUJUAN

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat :
1.    Mengetahui definisi buffer saliva dalam mulut
2.    Mengetahui jenis buffer yang terdapat dalam saliva
3.    Mengetahui mekanisme saliva sebagai buffer






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Buffer Saliva

Buffer adalah suatu larutan yang terdiri atas dua atau lebih senyawa kimia yang dapat mencegah timbulnya perubahan yang besar pada konsentrasi ion hidrogen bila pada suatu larutan tersebut ditambahkan suatu asam atau basa.
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur).
Saliva memiliki komposisi utama adalah air sebesar 98%. Dalam saliva juga terdapat komponen lain. Komponen saliva dapat dibedakan atas komponen organik dan komponen anorganik. Komponen organik saliva terdiri dari amilase, imunoglobulin, mukus, gikoprotein, lisozim, sistem peroksidase, laktoferin, laktoperoksidase dan gustin. Sedangkan komponen anorganik dalam saliva adalah ion kalsium, magnesium, fluorida, bikarbonat, kalium, natrium, klorida dan amonium. Selain itu terdapat gas karbondioksida, nitrogen dan oksigen.
Bikarbonat adalah ion buffer yang terpenting dalam saliva. Konsentrasi bikarbonat pada kelebihan parotis dan submandibular meningkat dengan meningkatnya aliran saliva.

Reaksi :
H2CO3            HCO3- + H+
CO2 + H2O             H2CO3       HCO3-  + H+

Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap konstan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding dengan lesi karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva.
Susunan kualitatif dan kuantitatif elektrolit dalam saliva menentukan pH dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman saliva tergantung pada perbandingan asam dan konjugasi basanya. Derajat keasaman saliva akan menurun menjadi 4-5 dalam waktu 3-5 menit setelah berkumur – kumur dengan substrat yang cocok dan setelah satu jam akan kembali ke keadaan semula yaitu 6-7.
Komponen yang berperan serta sebagai buffer pada saliva adalah fosfat, urea, protein dan bikarbonat. Bikarbonat merupakan komponen yang paling besar fungsinya sebagai buffer dalam saliva karena sifatnya yang mudah untuk berikatan dengan hidrogen. Fosfat yang berperan untuk beberapa tingkatan dalam buffer saliva pada keadaan volume saliva yang rendah. Sedangkan protein merupakan komponen yang paling sedikit peran sertanya sebagai buffer. Fosfat sulit mengikat asam, sedangkan bikarbonat merupakan komponen yang paling mudah mengikat asam.
Reaksi :
H2O + CO2 → HCO3- + H+

Derajat keasaman dan kapasitas buffer diperkirakan disebabkan oleh susunan bikarbonat yang meningkat sesuai dengan kecepatan sekresi. Hal ini dapat diartikan bahwa pH dan kapasitas buffer saliva meningkat sesuai dengan kenaikan laju kecepatan sekresi saliva. Bagian-bagian saliva lainnya seperti fosfat (terutama HPO42-) dan protein, hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer. Ureum pada saliva dapat digunakan oleh mikroorganisme pada rongga mulut dan menghasilkan pembentukan amonia. Amonia tersebut akan menetralkan hasil akhir asam metabolisme bakteri, sehingga pH menjadi lebih tinggi.

B.     Macam – macam buffer dalam saliva
1.      Buffer bikarbonat
Buffer bikarbonat yang khas terdiri atas campuran asam karbonat (H2CO3) dan natrium bicarbonat (NaHCO3) dalam larutan yang sama. Asam karbonat sebenarnya merupakan asam yang sangat lemah karena dua alasan : Pertama, dibandingkan dengan asam – asam lainnya derajat disosiasinya menjadi ion hidrogen dan ion bicarbonat adalah rendah. Kedua, kira – kira 399 bagian dari 400 asam karbonat yang terdapat dalam larutan itu sebagian besar akan segera berdisosiasi menjadi karbondioksida dan air, sehingga sisa larutan itu merupakan larutan karbondioksida yang konsentrasinya tinggi namun hanya mengandung asam dengan konsentrasi rendah. (Guyton, 2012)
           Bila larutan buffer yang mengandung garam bikarbonat, ditambahkan asam yang kuat seperti asam hidroklorida maka akan terjadi reaksi berikut ini :

           HCl + NaHCO3 → H2CO3 + NaCl

Dari persamaan ini terlihat bahwa asam hidroklorida yang kuat akan diubah menjadi asam karbonat yang sangat lemah. Oleh karena itu, penambahan HCl diatas hanya akan sedikit merendahkan pH larutan.
           Sebaliknya, bila pada larutan buffer yang mengandung asam karbonat ditambahkan basa kuat seperti natrium hidroksida maka akan terjadi reaksi berikut ini :

           NaOH + H2CO3 → NaHCO3 + H2O

Persamaan ini menunjukkan ion hidroksil yang ada dalam natrium hidroksida itu akan berikatan dengan ion hidrogen yang berasal dari asam karbonat untuk membentuk air dan bahan lainnya yaitu natrium bikarbonat. Hasil akhirnya adalah berubahnya basa kuat NaOH menjadi basa lemah NaHCO3.

Pengambilan Darah Vena


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomi yang berarti proses mengeluarkan darah. Ada 3 macam cara untuk memperoleh darah yaitu skinpuncture, venipuncture, dan arteri. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomis sering dikaitkan dengan pengambilan darah vena (venipuncture).
Pada pengambilan darah vena, umumnya diambil dari vena mediana cubiti yang terletak pada sisi lipatan siku. Vena ini terletak di permukaan kulit, cukup besar, dan tidak dekat dengan syaraf. Apabila tidak memungkinkan, vena cephalica dan vena basilica bisa menjadi pilihan dalam pengambilan darah vena. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri branchialis dan syaraf mediana. Jika vena basilica dan cephalica tidak dapat digunakan, maka dapat dilakukan pengambilan darah di vena pergelangan tangan dan vena kaki.
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syringe), sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor Penyulit dalam Pengambilan Darah Vena

1.      Faktor Fisik Pasien
1)      Kegemukan
Pada pasien yang gemuk terkadang phlebotomis sulit untuk menemukan pembuluh darah vena yang akan ditusuk karena terhalang oleh jaringan lemak. Orang yang gemuk memiliki vena yang lebih dalam dan tidak terlihat sehingga sulit untuk dipalpasi.

2)      Oedema
Edema merupakan penimbunan cairan tubuh. Phlebotomis menjadi sulit untuk menemukan letak vena. Jika darah yang diambil pada tempat yang oedema, maka darah akan tercampur dengan cairan oedema sehingga akan terjadi pengenceran. Phlebotomis dapat mencari pembuluh darah lain yang tidak oedema.

3)      Luka bakar
Pasien yang mengalami luka bakar, jaringan pada tubuhnya rusak dan mudah mengalami infeksi. Jangan melakukan pengambilan di daerah ini. Pasien sangat rentan terhadap infeksi.

2.      Faktor Psikologis Pasien
Faktor penderita yang kurang kooperatif disebabkan penderita merasa ketakutan sehingga penderita menolak untuk dilakukan pengambilan darah. Cara mengatasinya dengan mencari bantuan petugas lain dan menenangkan pasien agar pasien mengerti perlunya untuk dilakukan pengambilan darah. Bila tidak berhasil, jelaskan secara tertulis pada lembar permintaan laboratorium.

3.      Faktor Teknik
Gagal memperoleh darah
Gagal pengambilan darah disebabkan :
1)      Cara pengambilan darah vena yang salah oleh phlebotomis
2)      Tusukan sudah tepat tetapi darah tidak cukup terhisap, kemungkinan :
a.       Kesalahan teknik
·         Arah tusukan tidak tepat
·         Sudut tusukan terlalu kecil atau terlalu besar
·         Salah menentukan vena yang dipilih
·         Tusukan terlalu dalam atau kurang dalam
·         Pembuluh bergeser karena tidak terfiksasi

b.      Kesalahan non teknik
·         Pembuluh darah menyempit (kolaps) karena rasa takut yang berlebihan dan menyebabkan volume darah berkurang.
Volume darah berkurang karena pendarahan berat, kekurangan cairan tubuh, dan tekanan darah turun.


B.     Komplikasi
Dalam pengambilan darah vena yang salah dapat menyebabkan komplikasi, antara lain:
1.      Pingsan (Syncope)
Pingsan adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadaran beberapa saat karena penurunan tekanan darah. Gejala dapat berupa rasa pusing, keringat dingin, pengelihatan kabur, nadi cepat, bahkan bisa sampai muntah. Pingsan dapat disebabkan karena pasien mengalami rasa takut yang berlebihan atau karena pasien puasa terlalu lama.
Sebelum dilakukan phlebotomi hendaknya seorang phlebotomis menanyakan apakah pasien memiliki kecenderungan untuk pingsan saat dilakukan pengambilan darah. Jika benar maka pasien diminta untuk berbaring. Phlebotomis hendaknya memberikan pengertian kepada pasien agar pasien merasa nyaman dan tidak takut. Agar pasien tidak takut, phlebotomist sebaiknya mengajak pasien berbicara agar perhatiannya teralihkan.

Pengambilan darah vena pada orang pingsan harus diberi oksigen agar pembuluh darah membuka sebab pada orang pingsan pembuluh darahnya menutup.

Cara Mengatasi :
·      Hentikan pengambilan darah
·      Pasien dibaringkan di tempat tidur, kepala dimiringkan ke salah satu sisi
·      Tungkai bawah ditinggikan (lebih tinggi dari posisi kepala)
·      Longgarkan baju dan ikat pinggang pasien
·      Minta pasien untuk menarik nafas panjang
·      Minta bantuan kepada dokter
·      Jika pasien belum sempat dibaringkan, minta pasien menundukkan kepala diantara kedua kakinya dan menarik nafas panjang



2.      Hematoma
Terjadi karena :
a.       Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai
b.      Jarum menembus seluruh dinding vena
c.       Jarum dilepaskan pada saat tourniquet masih dipasang
d.      Tusukan berkali-kali
e.       Tusukan tidak tepat
f.       Pembuluh darah yang rapuh

Cara mengatasi :

Jika terjadi hematoma lepaskan jarum dan tekan dengan kuat sehingga darah tidak menyebar dan mencegah pembengkakan. Apabila ingin cepat hilang, kompres dengan air hangat seraya diurut dan diberi salep trombopop.

3.      Petechiae
Bintik kecil merah dapat muncul karena pendarahan kapiler di bawah kulit. Ini karena kelainan pembuluh darah. Jika terjadi setelah dibendung dapat dikarenakan pembendungan yang terlalu lama.

4.      Nyeri pada bekas tusukan
Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Nyeri bisa timbul akibat alkohol yang belum kering atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat.

Cara pencegahan :
-          Setelah kulit didesinfeksi, tunggu alkohol hingga mengering sebelum dilakukan pengambilan darah.
-          Penarikan jarum jangan terlalu kuat.

5.      Vena kolaps
Terjadi karena penarikan plunger terlalu lama atau terlalu cepat.

6.      Pendarahan berlebihan
Pendarahan yang berlebihan terjadi karena terganggunya sistem koagulasi darah pada pasien. Hal ini bisa terjadi karena :
-          Pasien melakukan pengobatan dengan obat antikoagulan sehingga menghambat pembekuan darah.
-          Pasien menderita gangguan pembekuan darah.
-          Pasien mengidap penyakit hati kronis sehingga pembentukan protrombin dan fibrinogennya terganggu.

Cara mengatasi :
·         Menekan kuat pada tempat pendarahan
·         Memanggil dokter untuk penanganan selanjutnya

7.      Kerusakan vena
Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali pada tempat yang sama sehingga meyebabkan kerusakan dan peradangan setempat. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah menutup.
Pencegahannya dengan menghindari pengambilan berulang kali pada tempat yang sama.

8.      Komplikasi neurologis
Komplikasi neurologis dapat bersifat lokal karena tertusuknya syaraf dilokasi penusukan. Hal ini dapat menimbulkan keluhan nyeri atau kesemutan yang menjalar ke lengan. Serangan kejang juga dapat terjadi.

Cara mengatasi :
·         Hentikan pengambilan darah
·         Baringkan pasien dengan kepala dimiringkan ke salah satu sisi, bebaskan jalan nafas dan hindari agar lidah tidak tergigit
·         Hubungi dokter

9.      Terambilnya darah arteri
Salah penusukan dapat mengakibatkan terambilnya darah arteri karena phlebotomis menusuk pembuluh darah arteri. Jadi, seorang phlebotomis harus bisa menentukan pembuluh darah yang akan ditusuk.

10.  Alergi
Alergi bisa terjadi karena bahan-bahan yang dipakai dalam phlebotomi, misalnya alergi terhadap antiseptik dan plester. Gejala alergi bisa ringan atau berat, berupa kemerahan dan gatal.

Phlebotomis hendaknya menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses pengambilan darah. Jika pasien alergi terhadap alkohol 70% maka dapat diganti dengan larutan iodium atau dengan betadine.

Cara mengatasi :
·         Tenangkan pasien dan beri penjelasan
·         Panggil dokter untuk penanganan selanjutnya


C.    Faktor yang harus diperhatikan
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan seorang phlebotomis dalam pengambilan darah, antara lain :
1.      Keadaan basal
Keadaan basal mengacu pada kondisi fisik pasien di pagi hari. Pasien dianjurkan untuk puasa kurang lebih 12 jam. Keadaan ini biasa dipakai untuk penentuan nilai normal.