This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 21 Juni 2013

TUGAS PHOTOSHOP

Photoshop Jika ingin mendownload silahkan klik disini :)



Rabu, 19 Juni 2013

CUSHING SINDROM

1.      CUSHING SYNDROME

A.    PENGERTIAN

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A.Price;Patofisiologi, Hal 1088).
Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom Cushing ini ditandai dengan adanya peningkatan berat badan (obesitas), distribusi lemak pada bagian leher (buffalo hump), dan di wajah (moon face), striae berwana ungu pada kulit, osteoporosis, hiperglikemia, hipertensi, dan lain sebagainya. Jenis Sindrom Cushing terbagi atas 2 yaitu : (1) Dependen ACTH dan (2) Independen ACTH.

B.     ETIOLOGI

Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan simulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anak ginjal berupa adenoma maupun karsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan Sindrom Cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Sindrom Cushing yang disebakan tumor hipofisis disebut penyakit Cushing.

C.     GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang sering ditemukan pada Sindrom Cushing antara lain :
·         Obesitas sentral
·         Gundukan lemak pada punggung
·         Muka bulat (moon face)
·         Striae pada kulit paha, perut, dan payudara
·         Berkurangnya masa otot dan kelemahan umum
Tanda-tanda lain dapat ditemukan seperti :
·           Atropi atau kelemahan otot ekstremitas
·           Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita)
·           Ammenorhoe
·           Impotensi
·           Osteoporosis
·           Atropi kulit (akne)
·           Oedema
·           Nyeri kepala
·           Mudah memar dan gangguan penyembuhan luka

D.    DIAGNOSA LABORATORIUM
Screening test :
ü  Urine 24 jam untuk kortisol dan kreatinin (N : fungsi gromerulus harus baik GFR >30 ml/menit.
ü  Dexamethasone Supression Test ( N : < 5 ug/dl) : untuk menegakkan diagnosa penyebab sindrom cushing.
Test konfirmasi untuk Cushing Sindrome :
ü  Kadar kortisol serum
ü  Kadar plasma ACTH
ü  Uji Stimulasi ACTH ( cortisol > 20 ug/dl )
ü  CT-Scan (untuk menunjukkan pembesaran adrenal)


Daftar Pustaka

Sri,Fitrianti,dkk. 2012. Askep Sindrom Cushing. Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

 












Senin, 17 Juni 2013

BAKTERI PADA MAKANAN

       BAKTERI PADA MAKANAN

Penyakit asal makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan disebarkan melalui makanan menurut dua mekanisme berikut :
1.    Mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan.
2.    Mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin (produk toksik bakteri yang disintesis dan disekresikan oleh bakteri hidup) dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang memakannya.

BAKTERI PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN

1.    Salmonella sp (Salmonellosis)
Infeksi oleh bakteri genus Salmonella yang disebut Salmonellosis menyerang saluran gastrointestinal yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar.
Setelah mengonsumsi makanan yang tercemar dengan Salmonella sp akan timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer atau berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Seringkali mual dan muntah, demam dengan suhu 38-39 derajat celcius umum terjadi. Gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella.
     Beberapa spesies Salmonella dapat menyebabkan infeksi makanan. Termasuk di dalamnya adalah Salmonella enteritidis var typhimurium dan varietas-varietas lain serta Salmonella choleraesuis. Bakteri ini adalah Gram negatif batang, memiliki flagel, dan tidak membentuk spora. Dapat memfermentasi glukosa tetapi tidak memfermentasi laktosa atau sukrosa.
    
EPIDEMIOLOGI
Terinfeksinya manusia oleh Salmonella hampir selalu disebabkan karena mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus susu, daging cincang, sosis unggas, dan telur. Walaupun penularan dari orang sakit dapat mencemari makan dan minuman, sumber Salmonellosis merupakan hewan tingkat rendah. Banyak spesies Salmonella terdapat secara alamiah pada ayam, bebek, binatang pengerat, kucing, anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan seringkali menjadi sumber bagi infeksi pada manusia.

DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya bakteri penyebabnya dari feses. Bakteri ini harus sama dengan yang diisolasi dari makanan yang dicurigai. Penggunaan media selektif seperti Mac Conkey merupakan prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya kemudian dilakukan dengan uji biokimia.

2.    Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik. Staphylococcus adalah organisme yang umumnya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit. Oleh karena itu mudah untuk memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang yang mengolah makanan yang merupakan penular atau yang menderita infeksi patogenik. Karena merupakan tipe peracunan makanan yang paling umum, dan untungnya lamanya sakit hanya sebentar (8-48 jam).
Gejala akan segera terlihat setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya akan terdapat gejala mual, pusing, muntah, dan diare muncul 2-6 jam setelah mengonsumsi makanan tercemar itu.
Hanya galur-galur tertentu dari Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin. Pada umumnya galur ini adalah koagulase positif yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat. Enterotoksin yang dihasilkan panas, tidak berubah walau didihkan selama 30 menit. Dibiarkannya makanan yang tercemar pada suhu kamar selama 8-10 jam, cukup untuk menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai untuk menyebabkan keracunan pada makanan. Walaupun makanan ini disimpan selama berbulan-bulan di almari es, toksinnya tidak akan termusnahkan. Jika dimasak kembali, tidak akan mengurangi toksin tersebut.

EPIDEMIOLOGI
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Pada perjangkitan peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat ditunjukkan bahwa galur Staphylococcus  di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan orang yang menangani  makanan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus dengan baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya dengan penyakit itu ialah kue-kue yang diisi saus dari telur dan susu, daging olahan seperti ham dan lain-lain. Makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang banyak, biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal.

DIAGNOSA
Diagnosis dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium di bawah mikroskop dengan ditemukannya Gram positif coccus dalam jumlah banyak pada preparat pengecatan Gram yang disiapkan dari makanan yang dicurigai. Dapat juga dibuat biakan dari makanan tersebut untuk  melihat ada tidaknya Staphylococcus. Metode untuk menguji enterotoksin didasarkan pada reaksi serologis, seperti teknik difusi gel dan antibodi fluoresens.

3.      Clostridium botulinum (Botulism)
Botulism adalah penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri. Organisme penyebabnya adalah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena makan toksin Clostridium botulinum yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna seperti yang dijumpai pada makanan kaleng. Gejala penyakit ini biasanya timbul sekitar 12-48 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, biji mata melebar, pengelihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Clostridium botulinum merupakan Gram positif batang yang menghasilkan spora tahan panas. Sporanya membentuk telur, letaknya sub terminal, dan sedikit membengkok sehingga memberikan bentuk menggelembung pada sel. Clostridium botulinum dapat bergerak dengan flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan F.

EPIDEMIOLOGI
     Makanan yang dikaitkan dengan Botulism biasanya adalah makanan yang telah mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan seperti pengalengan, pembuatan acar dan pengasapan.

DIAGNOSA
     Cara utama untuk memperkuat diagnosis Botulism di laboratorium ialah menunjukkan adanya toksin Clostridium botulinum dalam serum atau feses penderita atau makanan yang dimakan. Suntikan intraperitoneal akan mengakibatkan hewan mencit mati karena mencit sangat peka dengan toksin tersebut.
4.      Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan penyebab keracunan makanan. Penyakit ini disebabkan karena makanan yang tercemari organisme tersebut dan dibiarkan pada temperatur yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan vegetatif. Biasanya gejala timbul 8-24 jam setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Gejala utamanya yaitu sakit perut dan diare. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe, tipe A sampai tipe F. Berdasarkan pada toksinnya yang secara antigenik berbeda dengan yang dihasilkan setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan peracunan makanan oleh Clostridium perfringens. Organisme ini berbentuk Gram positif batang membentuk spora anaerobik. Peracunan makanan disebabkan oleh sel vegetatif pada waktu membentuk spora si rongga usus.

DIAGNOSA
     Hasil pemeriksaan klinis dan epidemiologis akan ditunjang oleh diagnosis laboratorium bila ditemukan sejumlah besar Clostridium perfringens dalam biakan aerobik makanan yang tercemar. Berhasil diisolasinya organisme yang sama dari makanan yang dicurigai dan dari feses penderita merupakan bukti lain sebagai penunjang.

5.      Vibrio parahemolyticus
Vibrio parahemolyticus adalah suatu bakteri anaerobik fakultatif Gram negatif dan halofilik (suka garam). Merupakan penyebab gastroenteritis akibat mengonsumsi makanan laut. Masa inkubasi peracunan makanan ini adalah 2-48 jam. Gejala utamanya adalah sakit perut, diare, mual, dan muntah. Seringkali disertai sedikit demam dan kedinginan.
Diagnosis laboratoris ditunjukkan terhadap isolasi Vibrio parahemolyticus dari feses atau muntah penderita dari makanan yang dicurigai. Pada umumnya cara pencegahan terbaik adalah penyimpanan makanan dalam lemari es serta pemasakan makanan laut dengan semestinya.



Minggu, 09 Juni 2013

Infeksi Cacing terhadap Kesejahteraan Manusia


MAKALAH PARASIT
INFEKSI CACING TERHADAP KESEJAHTERAAN MANUSIA


Disusun oleh :
RIRIN PUJI ASTUTI
A.102.08.053
1B2


AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia beserta perilakunya yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menghadapi berbagai masalah kesehatan termasuk masih tingginya prevalensi penyakit infeksi terutama yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku higienitas yang belum baik. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi cacingan yang merupakan salah satu penyakit yang berbasis sanitasi dan higienitas yang buruk (Depkes RI, 1999).
Keadaan sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan di Indonesia (Zit, 2000).
            Salah satu penyakit cacingan adalah penyakit cacingan usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut dengan Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. Ada 3 jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).(Depkes RI, 2004).
            Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang utama di negara miskin atau negara berkembang, dan menempati urutan tertinggi pada angka kesakitan yang ditimbulkan pada anak usia sekolah. Terjadinya infeksi tidak hanya bergantung pada kondisi lingkungan ekologi suatu wilayah saja, tetapi juga bergantung pada standar sosial ekonomi masyarakat setempat.(Bethony, et.al.2004).
Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari hasil penelitian ternyata prevalensi penyakit cacingan masih tinggi, yaitu 60-70%. Tingginya prevalnsi ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan  lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higyene yang buruk.(Depkes, 2004)         
BAB II
PEMBAHASAN


Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menghadapi berbagai masalah kesehatan termasuk masih tingginya prevalensi penyakit infeksi terutama yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku higienitas yang belum baik. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi cacingan yang merupakan salah satu penyakit yang berbasis sanitasi dan higienitas yang buruk (Depkes RI, 1999).
Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang utama di negara miskin atau negara berkembang, dan menempati urutan tertinggi pada angka kesakitan yang ditimbulkan pada anak usia sekolah. Terjadinya infeksi tidak hanya bergantung pada kondisi lingkungan ekologi suatu wilayah saja, tetapi juga bergantung pada standar sosial ekonomi masyarakat setempat.(Bethony, et.al.2004).
Prevalensi penyakit cacingan di Indonesia masih sangat tinggi terutama pada anak balita dan usia Sekolah Dasar. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Adi Sasongko di Jakarta periode 1986 – 1991, menemukan bahwa sekitar 60-90% siswa SD terinfeksi oleh cacing. Meskipun tidak mematikan, tetapi cacingan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia berupa menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Dalam jangka panjang, pada anak-anak penyakit cacingan dapat berdampak pada gangguan kemampuan dalam belajar.
Anak usia Sekolah Dasar merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya. Dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa peneliti ternyata menunjukkan bahwa usia sekolah merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah (Depkes RI,2004).
Penyakit cacingan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip. Penyebaran penyakit cacing salah satu penyebabnya adalah kebersihan perorangan yang masih buruk. Penyakit cacing dapat menular diantara murid sekolah yang sering berpegangan tangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya tercemar telur cacing (Hendrawan, 1997).
Penyakit cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pendesaan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah dan perilaku hidup sehat yang belum memadai (Rampengan, 1997).
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan kecacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang kecacingan. Penelitian Wachidanijah,2002 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan samakin baik perilaku dalam hubungan kecacingan.

Kamis, 16 Mei 2013

BROSUR

Hey ingat bahaya rokok ya ..Jika ingin mendownload klik disini









Sabtu, 13 April 2013

Mikroflora Normal

Mikroorganisme adalah suatu kelompok jasad renik heterogen yang ukuran besarnya antara 0,2-2 mikrometer sehingga hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Mikroba ada dimana-mana. Mereka mengisi udara, air, tanah, dan bahkan berevolusi berevolusi berhubungan dengan tanaman dan hewan. Tan.pa mikroba, kehidupan dibumi akan berhenti. Hal ini terutama karena peranan penting mikroba berada di sistem yang mendukung kehidupan di bumi, seperti siklus hara dan fotosintesis.

Manusia secara tetap berhubungan dengan beribu-ribu mikroorganisme. Mikroba tidak hanya terdapat di lingkungan, tetapi juga di tubuh manusia. Mikroba yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal atau mikrobiota.


Pengertian Flora Normal atau Mikrobiota
Flora normal atau mikrobiota adalah kumpulan organisme yang umum ditemukan secara alamiah pada orang sehat dan hidup rukun berdampingan dalam hubungan yang seimbang dengan host-nya. Sebenarnya organisme yang terdapat dalam tubuh manusia tidak dapat digolongkan dengan tegas, apakah itu sebuah komensalisme atau spesies yang patogen bagi manusia tersebut. Flora dalam tubuh manusia dapat menetap atau transient. Mikroba normal yang menetap tersebut dapat dikatakan tidak menyebabkan penyakit dan mungkin menguntungkan bila berada dilokasi yang semestinya atau bila ada faktor predisposisi.

Flora normal perlu dipelajari karena : 
  1. Diketahui hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada situs-situs yang khusus.
  2. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis.
  3. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal. Hal ini terutama penting karena terlihat adanya peningkatan timbulnya infeksi yang disebabkan oleh jasad-jasad renik ini dari pada sumber luar.

Penyebaran Mikrobiota : 
  • Kulit

Kulit secara normal berhubungan dengan bakteri dari udara atau bakteri dari benda-benda. Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Contoh bakteri yang ada di kulit Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Propionibacterium acnes, Corynebacterium diphteri aerobik (difteroid).

  • Hidung dan Nasofaring

Bakteri yang paling sering dijumpai dalam hidung adalah difteroid , Staphylococcus aureus. Umum juga ditemukan Staphylococcus epidermidis. Di dalam kerongkongan hidung dapat dijumpai Brauhamella catarrhalis, dan Haemophilus influenzae.

  •  Mulut

Mulut merupakan lingkungan ideal bagi p ertumbuhan bakteri. Mikrobiota dalam mulut sangat beragam, tergantung pada kesehatan pribadi masing-masing individu. Contoh bakteri : Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Lactobacillus, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius, Candida albicans, Bacterioides oralis, dll.









Rabu, 10 April 2013

SALMONELLA SP


KLASIFIKASI
Genus : Salmonella
Species/ spesies : enteric
Subspecies/ Subspesies : enteric
Strain : A str. ATCC 9150
Serovar : Paratypi
Taxonomy : 180835

2. MORFOLOGI
Salmonella paratyphi adalah bagian dari family Enterobacteriaceae, termasuk
dalam motil Gram-negative, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan
terdapat identifikasi serologis antigens somatic dan flagellar.

3. SIKLUS HIDUPNYA
Untuk siklus hidup dari bakteri Salmonella paratyphi tidak diperoleh sumber
informasi yang lengkap sehingga siklus hidup pada bakteri ini tidak dapat
dijelaskan.

4. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Salmonella paratyphi adalah penyebab demam enteric. Salmonella paratyphi
juga memiliki jangkauan inang yang luas dan beberapa diantaranya menyebabkan
penyakit atau peradangan usus dan penyakit sistemik (menyebabkan demam
Paratyphoid) serta Enterocolitis (Dahulu “Gastroenteritis”).

5. PENYEBARAN
Adapun Penyebaran dari bakteri Salmonella paratyphi ini melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Makanan dan minuman
yang membawa bakteri tersebut masuk kedalam mulut kemudian akan melewati
saluran pencernaan dan akan sampai ke usus. Setelah memasuki dinding usus kecil,
Salmonella paratyphi mulai melakukan penyerangan melalui system limfa ke limfa
yang menyebabkan pembengkakan pada urat dan setelah satu periode
perkembangbiakan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah
yang membawa bakteri ini juga akan menyerang liver, kantong empedu, limfa, ginjal,
dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembangbiak dan menyebabkan
infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi inilah mereka
terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bacteremia skunder. Bacteremia
skunder ini bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya demam dan penyakit
klinis.

Sabtu, 06 April 2013

Buffer dalam Mulut




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam tubuh manusia terdapat larutan penyangga atau biasa disebut larutan buffer. Terdapat berbagai macam buffer dalam tubuh. Letak buffer dalam tubuh tersebut  tidak sama. Ada yang terdapat dalam darah, ginjal, lambung dan juga mulut.
Buffer adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya. Komposisi ini menyebabkan larutan memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH jika ke dalam larutan ditambahkan sedikit asam atau basa. Hal ini disebabkan larutan penyangga memiliki pasangan asam basa konjugasi.
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur).
Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap konstan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding dengan lesi karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva.


B.     TUJUAN

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat :
1.    Mengetahui definisi buffer saliva dalam mulut
2.    Mengetahui jenis buffer yang terdapat dalam saliva
3.    Mengetahui mekanisme saliva sebagai buffer






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Buffer Saliva

Buffer adalah suatu larutan yang terdiri atas dua atau lebih senyawa kimia yang dapat mencegah timbulnya perubahan yang besar pada konsentrasi ion hidrogen bila pada suatu larutan tersebut ditambahkan suatu asam atau basa.
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur).
Saliva memiliki komposisi utama adalah air sebesar 98%. Dalam saliva juga terdapat komponen lain. Komponen saliva dapat dibedakan atas komponen organik dan komponen anorganik. Komponen organik saliva terdiri dari amilase, imunoglobulin, mukus, gikoprotein, lisozim, sistem peroksidase, laktoferin, laktoperoksidase dan gustin. Sedangkan komponen anorganik dalam saliva adalah ion kalsium, magnesium, fluorida, bikarbonat, kalium, natrium, klorida dan amonium. Selain itu terdapat gas karbondioksida, nitrogen dan oksigen.
Bikarbonat adalah ion buffer yang terpenting dalam saliva. Konsentrasi bikarbonat pada kelebihan parotis dan submandibular meningkat dengan meningkatnya aliran saliva.

Reaksi :
H2CO3            HCO3- + H+
CO2 + H2O             H2CO3       HCO3-  + H+

Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap konstan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding dengan lesi karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva.
Susunan kualitatif dan kuantitatif elektrolit dalam saliva menentukan pH dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman saliva tergantung pada perbandingan asam dan konjugasi basanya. Derajat keasaman saliva akan menurun menjadi 4-5 dalam waktu 3-5 menit setelah berkumur – kumur dengan substrat yang cocok dan setelah satu jam akan kembali ke keadaan semula yaitu 6-7.
Komponen yang berperan serta sebagai buffer pada saliva adalah fosfat, urea, protein dan bikarbonat. Bikarbonat merupakan komponen yang paling besar fungsinya sebagai buffer dalam saliva karena sifatnya yang mudah untuk berikatan dengan hidrogen. Fosfat yang berperan untuk beberapa tingkatan dalam buffer saliva pada keadaan volume saliva yang rendah. Sedangkan protein merupakan komponen yang paling sedikit peran sertanya sebagai buffer. Fosfat sulit mengikat asam, sedangkan bikarbonat merupakan komponen yang paling mudah mengikat asam.
Reaksi :
H2O + CO2 → HCO3- + H+

Derajat keasaman dan kapasitas buffer diperkirakan disebabkan oleh susunan bikarbonat yang meningkat sesuai dengan kecepatan sekresi. Hal ini dapat diartikan bahwa pH dan kapasitas buffer saliva meningkat sesuai dengan kenaikan laju kecepatan sekresi saliva. Bagian-bagian saliva lainnya seperti fosfat (terutama HPO42-) dan protein, hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer. Ureum pada saliva dapat digunakan oleh mikroorganisme pada rongga mulut dan menghasilkan pembentukan amonia. Amonia tersebut akan menetralkan hasil akhir asam metabolisme bakteri, sehingga pH menjadi lebih tinggi.

B.     Macam – macam buffer dalam saliva
1.      Buffer bikarbonat
Buffer bikarbonat yang khas terdiri atas campuran asam karbonat (H2CO3) dan natrium bicarbonat (NaHCO3) dalam larutan yang sama. Asam karbonat sebenarnya merupakan asam yang sangat lemah karena dua alasan : Pertama, dibandingkan dengan asam – asam lainnya derajat disosiasinya menjadi ion hidrogen dan ion bicarbonat adalah rendah. Kedua, kira – kira 399 bagian dari 400 asam karbonat yang terdapat dalam larutan itu sebagian besar akan segera berdisosiasi menjadi karbondioksida dan air, sehingga sisa larutan itu merupakan larutan karbondioksida yang konsentrasinya tinggi namun hanya mengandung asam dengan konsentrasi rendah. (Guyton, 2012)
           Bila larutan buffer yang mengandung garam bikarbonat, ditambahkan asam yang kuat seperti asam hidroklorida maka akan terjadi reaksi berikut ini :

           HCl + NaHCO3 → H2CO3 + NaCl

Dari persamaan ini terlihat bahwa asam hidroklorida yang kuat akan diubah menjadi asam karbonat yang sangat lemah. Oleh karena itu, penambahan HCl diatas hanya akan sedikit merendahkan pH larutan.
           Sebaliknya, bila pada larutan buffer yang mengandung asam karbonat ditambahkan basa kuat seperti natrium hidroksida maka akan terjadi reaksi berikut ini :

           NaOH + H2CO3 → NaHCO3 + H2O

Persamaan ini menunjukkan ion hidroksil yang ada dalam natrium hidroksida itu akan berikatan dengan ion hidrogen yang berasal dari asam karbonat untuk membentuk air dan bahan lainnya yaitu natrium bikarbonat. Hasil akhirnya adalah berubahnya basa kuat NaOH menjadi basa lemah NaHCO3.